Jambi – Liputan Warta Jatim, Wakil Menteri Koperasi dan UKM (Wamenkop) Ferry Juliantono menegaskan bahwa berbicara tentang reforma agraria tidak bisa dilepaskan dari upaya membangun kekuatan ekonomi rakyat, yang berakar pada koperasi. Hal tersebut disampaikan dalam pidatonya saat membuka Kongres V Serikat Petani Indonesia (SPI) di Jambi, Selasa 22 Juli 2025.
“Kita tidak bisa bicara reforma agraria tanpa membangun kekuatan ekonomi rakyat. Dan kita tidak bisa bicara ekonomi rakyat tanpa koperasi,” tegas Ferry. Menurutnya, kebangkitan koperasi adalah kunci utama menuju kedaulatan pangan dan keberhasilan reforma agraria.
Acara tersebut juga dihadiri oleh Wakil Gubernur Jambi Abdullah Sani, Ketua Umum SPI Henry Saragih, serta pejabat dari Kementerian Kehutanan dan Kementerian Pertanian, termasuk tokoh masyarakat dan aktivis agraria dari seluruh penjuru Indonesia.
Wamenkop Ferry menyoroti pentingnya sinergi antara Serikat Petani Indonesia yang sudah memiliki koperasi-koperasi petani dengan program Koperasi Desa/Kelurahan (Kopdes/Kel) Merah Putih yang baru diluncurkan Presiden RI. Ia menegaskan bahwa Kopdes/Kel bukanlah pesaing, melainkan penguat dari koperasi petani yang sudah ada.
“Kopdes/Kel Merah Putih bukan pengganti koperasi petani, tapi justru penguat ekosistem usahanya,” kata Ferry. Sebagai Koordinator Ketua Pelaksana Harian Satgas Percepatan Pembentukan Kopdes/Kel Merah Putih, Ferry mendorong Serikat Petani untuk terus membentuk koperasi yang terlibat aktif dalam proses hilirisasi hasil pertanian mulai dari mengelola, mengolah, hingga mendistribusikan produk secara kolektif.
Bagi Wamenkop, peluncuran Kopdes/Kel Merah Putih bukan sekadar seremoni program pemerintah, tapi merupakan titik balik perjuangan ekonomi desa. “Kita sedang membangkitkan kembali ekonomi kerakyatan yang berpijak pada kekuatan desa dan koperasi,” ujarnya.
Ia menyayangkan kenyataan bahwa ketimpangan agraria dan distribusi pangan masih sangat terasa. Banyak petani belum memiliki akses lahan yang adil, dan harga komoditas dikendalikan oleh segelintir pihak. “Ironisnya, desa sebagai produsen utama belum berdaulat atas hasilnya sendiri,” ungkap Ferry.
Melalui koperasi desa, pemerintah ingin mengembalikan kontrol ekonomi ke tangan rakyat desa. Kopdes/Kel diharapkan bisa menjadi lebih dari sekadar tempat usaha tapi menjadi alat transformasi rantai nilai dalam sistem ekonomi desa.
Dengan pendekatan yang tepat, Ferry meyakini bahwa rantai distribusi pupuk bersubsidi dan komoditas lain bisa dipangkas, sehingga harga lebih murah, biaya produksi lebih rendah, dan margin keuntungan petani meningkat. “Inilah bentuk nyata kedaulatan ekonomi petani,” katanya.
Lebih jauh lagi, Kopdes/Kel Merah Putih dapat bermitra dengan unit penggilingan padi lokal agar petani tak lagi bergantung pada tengkulak. Dengan begitu, nilai tambah dari hasil tani bisa dinikmati langsung oleh petani itu sendiri.
Ferry menyebut Kongres SPI kali ini sebagai momen penting, bukan sekadar forum organisasi, melainkan sebagai konsolidasi gerakan rakyat untuk mewujudkan keadilan agraria dan sistem pangan yang berdaulat.
“Saatnya rakyat bangkit! Petani, koperasi, dan desa menjadi satu kesatuan kekuatan ekonomi nasional yang sejati,” pungkas Wamenkop dengan penuh semangat
Ariesto Pramitho Ajie
Kaperwil Jabodetabek