Jakarta – Liputan Warta Jatim. Stadion sepak bola di daerah bukan hanya bisa menjadi pusat pertandingan dan hiburan, tetapi juga mesin penggerak perekonomian lokal. Itulah yang dibahas oleh Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian dan Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman dalam pertemuan di Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Senin 11 Agustus 2025.
Kedua menteri sepakat, optimalisasi pemanfaatan stadion yang renovasinya dibiayai pemerintah pusat harus menjadi prioritas. Stadion yang dikelola dengan tepat diyakini dapat menjadi magnet bagi sektor UMKM di sekitar lokasi, menciptakan lapangan kerja baru, serta menambah pendapatan asli daerah (PAD).
Mendagri Tito mengungkapkan bahwa banyak stadion di daerah dibangun untuk acara besar seperti Pekan Olahraga Nasional (PON), namun setelah itu terbengkalai dan justru menjadi beban APBD karena biaya perawatan yang tinggi.
“Konsepnya waktu itu perbaikan stadion karena ada yang rusak, menjadi beban APBD, dan tidak ada pemasukan. Akhirnya perawatannya tidak terurus,” jelas Tito.
Ia menambahkan, model pengelolaan yang diusulkan terinspirasi dari klub-klub besar dunia seperti Manchester United, Liverpool, dan Chelsea, di mana stadion dikelola penuh oleh klub dan menjadi pusat kegiatan olahraga sekaligus bisnis. Keuntungannya kemudian dibagi dengan pemerintah pemilik aset.
Menteri UMKM Maman Abdurrahman melihat potensi besar dari industri olahraga, terutama sepak bola. Menurutnya, pertandingan sepak bola tidak hanya menggerakkan sektor hiburan, tetapi juga memicu rantai bisnis yang luas mulai dari penjualan perlengkapan olahraga, kuliner, merchandise, hingga layanan pendukung lainnya.
“Sepatu olahraga, jersey, hingga produk-produk sport buatan lokal sudah banyak yang berkualitas. Kalau ini kita dorong, UMKM bisa ikut merasakan dampaknya langsung,” ujar Maman.
Untuk mendukung ini, Kementerian UMKM akan mengoptimalkan program Holding UMKM. Program ini menggabungkan pelaku usaha lokal dalam produksi barang secara kolektif, baik melalui koperasi maupun kemitraan dengan sektor swasta. Dengan sistem agregasi, biaya produksi bisa ditekan dan harga menjadi lebih kompetitif.
Maman optimistis langkah ini akan menciptakan siklus positif stadion menjadi aktif, UMKM tumbuh, lapangan kerja tercipta, dan PAD daerah meningkat.
Pertemuan ini menjadi sinyal kuat bahwa pengelolaan stadion di Indonesia akan bergerak ke arah yang lebih profesional dan produktif. Jika terwujud, stadion tidak lagi menjadi beban anggaran, melainkan pusat kegiatan ekonomi, olahraga, dan rekreasi yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
Ariesto Pramitho Ajie
Kaperwil Jabodetabek