Jakarta – Liputan Warta Jatim, Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Tomsi Tohir mendorong pemerintah daerah (Pemda) untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kinerja mereka dalam upaya pengendalian inflasi. Penekanan itu disampaikannya saat memimpin Rapat Koordinasi (Rakor) Pengendalian Inflasi Daerah di Ruang Sidang Utama Kantor Pusat Kemendagri, Jakarta, Senin 14 Juli 2025.
Dalam rakor tersebut, Tomsi menyoroti tren kenaikan harga sejumlah komoditas pangan di berbagai daerah. Ia memaparkan data mingguan bulan Juli yang menunjukkan peningkatan wilayah terdampak kenaikan harga bawang merah dari 251 kabupaten/kota pada minggu lalu menjadi 260 pada pekan ini.
“Berarti terjadi kenaikan jumlah kabupaten dan kota yang mengalami lonjakan harga bawang merah,” jelas Tomsi.
Tak hanya bawang merah, komoditas lain seperti cabai rawit, beras, telur ayam ras, dan daging ayam ras juga mengalami kenaikan harga. Ia menyoroti harga telur di Indonesia Timur yang mencapai Rp 3.000 per butir atau setara Rp 57.000 per kilogram.
“Ini harus menjadi perhatian serius. Harga pangan yang tinggi akan sangat membebani masyarakat, terutama kelompok rentan,” ujarnya.
Meski demikian, Tomsi juga mencatat adanya titik terang pada harga bawang putih yang relatif stabil meskipun masih naik di 74 kabupaten/kota. Ia menilai bawang putih menjadi salah satu komoditas yang harganya paling murah dalam setahun terakhir, namun tetap mengingatkan perlunya upaya menurunkan harga ke bawah Harga Eceran Tertinggi (HET).
Tomsi meminta pemerintah daerah aktif menganalisis sumber inflasi di wilayah masing-masing secara lebih mendalam dan objektif. Ia menegaskan pentingnya koordinasi erat antara Pemda dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk mengidentifikasi komoditas penyumbang inflasi.
Dalam paparannya, ia juga mengungkap daerah dengan inflasi tertinggi, seperti Sukabumi, Yogyakarta, dan Tegal, yang mencatatkan angka di atas rata-rata nasional. Sementara Pangkal Pinang, Jambi, Pontianak, dan Gorontalo dinilai berhasil menjaga kestabilan harga.
“Dari total daerah yang kita pantau, 99 menunjukkan inflasi di atas rata-rata nasional. Ini alarm penting yang harus segera ditangani,” kata Tomsi.
Ia bahkan menyinggung langsung soal kualitas SDM pemerintah daerah dalam mengelola inflasi.
“Kalau tetangganya kiri, kanan, depan, belakang itu bagus, dia naik sendiri, berarti orangnya yang tidak mampu. Sumber daya manusianya,” tegasnya.
Tak hanya kritik, Tomsi juga mendorong Pemda mengambil langkah nyata seperti menggelar operasi pasar murah, memperkuat koordinasi antarwilayah penghasil dan pengguna komoditas, hingga memanfaatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk subsidi transportasi distribusi bahan pokok.
“Kalau daerahnya langganan cabai atau bawang, dan masih bisa dilakukan intervensi, lakukan. Itu bentuk tanggung jawab pejabat kepada masyarakatnya,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa pengendalian inflasi tidak bisa hanya mengandalkan pola kerja konvensional dan membutuhkan strategi yang terencana dan kolaboratif.
“Saya minta tolong kepada teman-teman kepala daerah untuk mengecek apakah dinas-dinasnya benar-benar melaksanakan kegiatan pengendalian inflasi,” pungkas Tomsi.
Rapat koordinasi tersebut juga dihadiri sejumlah narasumber dari kementerian dan lembaga terkait, di antaranya:
Direktur Utama Bulog Ahmad Rizal Ramdhani
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini
Dirjen Perumahan Perdesaan Kementerian PKP Imran
Plt. Deputi II Bidang Perekonomian dan Pangan Kantor Staf Presiden (KSP) Edy Priyono
Direktur Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan Badan Pangan Nasional (Bapanas) Maino Dwi Hartono
Para narasumber turut membahas strategi pengamanan pasokan pangan dan langkah intervensi harga untuk mendukung pengendalian inflasi di daerah.
Dengan peringatan tajam dan arahan konkret dari pemerintah pusat, diharapkan pemerintah daerah dapat lebih sigap, inovatif, dan bertanggung jawab dalam menjaga kestabilan harga pangan demi melindungi daya beli masyarakat
Ariesto Pramitho Ajie
Kaperwil Jabodetabek