Beranda Hukum Ritual Sakral Adat dan Doa Suci: Darah Hewan Kurban Diteteskan untuk Melawan...

Ritual Sakral Adat dan Doa Suci: Darah Hewan Kurban Diteteskan untuk Melawan Mafia Tanah di Labuan Bajo

15
0

LABUAN BAJO – Liputan Warta Jatim, Ahli waris almarhum Ibrahim Hanta (IH) dan Siti Lanung (SL) menggelar ritual sakral adat dan doa suci pada Sabtu (21/12/2024) di tanah sengketa seluas 11 hektar di Keranga, Labuan Bajo. Dalam ritual tersebut, darah kambing sebagai simbol pengorbanan ditumpahkan di atas tanah, sebagai bentuk sumpah mati untuk mempertahankan hak atas tanah yang diklaim telah diserobot oleh Nikolaus Naput, Santosa Kadiman, Ika Yunita, dan PT Manahanaim Group untuk pembangunan Hotel St. Regis.

“Ritual ini adalah perlawanan terakhir. Kami menyerahkan nasib kepada Tuhan. Ini dilakukan untuk menjerit memohon keadilan dalam menghadapi tekanan besar dari ketidakadilan yang kami alami,” ujar Jon Kadis, salah satu turunan tua Golo dari masyarakat adat Labuan Bajo.

Jon menambahkan bahwa ritual ini tidak hanya memohon keadilan kepada Tuhan, tetapi juga berharap leluhur mereka turut membantu perjuangan melawan tindakan yang dianggap sebagai kejahatan terhadap adat dan hak waris.

Baca Juga :  Agus Flores, Minta Siber Polri Kejar Yang Fitnah Kapolri dan Kadiv Propam

 

Sejarah Ritual Sakral di Tanah Sengketa
1. Ritual Pertama: Tahun 2014.
Ritual pertama dilakukan pada 2014, ketika tanah ini mulai diperebutkan oleh kelompok yang dipimpin oleh Camat Komodo saat itu, Ramang Ishaka. Mikael Mensen, salah satu ahli waris, mengungkapkan bahwa ritual dilakukan di makam almarhum IH dan SL untuk melawan upaya penggusuran oleh pihak-pihak yang membawa preman bayaran.

“Kami melakukan ritual dengan darah ayam putih sebagai simbol kesucian dan memohon perlindungan Tuhan. Saat itu, meski diancam, kami siap mati demi mempertahankan hak tanah warisan,” tutur Mikael.

2. Ritual Kedua: Tahun 2021.
Pada 2021, muncul surat palsu bertanggal 2019 yang menyatakan tanah 11 hektar telah diserahkan oleh almarhum IH kepada Nikolaus Naput. Surat itu digunakan untuk membuat sertifikat tanah oleh BPN pada 2017.

“Kami mengadakan ritual perdamaian dengan pihak Nikolaus, namun belakangan ia membatalkan kesepakatan secara sepihak. Tak lama kemudian, Nikolaus meninggal dunia di rumahnya. Kami yakin itu adalah karma Tuhan,” kata Muhamad Rudini, ahli waris lainnya.
3. Ritual Ketiga: Tahun 2024.
Ritual kali ini digelar setelah muncul dokumen alas hak bertanggal 10 Maret 1990, yang diklaim anak Nikolaus Naput dan pihak terkait sebagai bukti kepemilikan tanah 11 hektar. Dokumen tersebut dinilai tidak relevan karena lokasinya berbeda.

Baca Juga :  Roadshow Bangun Daya Cegah dan Daya Tangkal Penyalahgunaan Narkoba Diikuti Pelajar dan Santri di Kabupaten Gresik

“Surat itu kami bakar dalam ritual adat. Ini adalah simbol pesan kiamat untuk para mafia tanah yang mencoba merebut hak kami,” tegas Mikael Mensen.

Kronologi Kasus Tanah Keranga Labuan Bajo.
1. Tahun 1986: Almarhum IH meninggal dunia, meninggalkan tanah 11 hektar untuk ahli waris.
2. Tahun 2014: Upaya pertama perebutan tanah oleh pihak luar digagalkan melalui ritual adat.
3. Tahun 2021: Muncul surat palsu tahun 2019, dan pihak lawan meminta perdamaian sebelum akhirnya mengingkarinya.
4. Tahun 2024: Sengketa berlanjut dengan surat alas hak 10 Maret 1990 yang diduga palsu.
(red)