Beranda Hukum Panitera Pengganti Perkara Nomor : 235/Pdt.G/2024/PN. Mak, Diduga Melakukan Perubahan Data Pada...

Panitera Pengganti Perkara Nomor : 235/Pdt.G/2024/PN. Mak, Diduga Melakukan Perubahan Data Pada Sistem E-Court Mahkamah Agung

26
0

Jakarta, Senin.6.01.2025,  – Liputan Warta Jatim, M. Aslam Fadli, Ketua Umum LBH Cinta Lingkungan Pencari Keadilan yang juga adalah President PERADI OFFICIAL, menanungi 3 Organisasi Advokat di Indonesia, kaget atas terjadinya perubahan pada laman Ecourt Mahkamah Agung Republik Indonesia.

Adapun kronologisnya sebagai berikut, bahwa pada hari Senin tanggal 6 Januari 2025, Pukul 11.00 WIB adalah tenggang waktu terakhir upaya hukum Tergugat Perkara No 235/Pdt.G/2024/PN. Mak, untuk mengupload Duplik sebagai tanggapan atas Replik Penggugat. Setelah 3 kali masa persidangan, Tergugat tidak hadir tanpa alasan yang jelas, sementara pihak pengadilan telah melakukan pemanggilan secara patut.

 

Aslam sebagai Ketua Tim Kuasa Penggugat, melakukan konfirmasi kepada Panitera perkara quo, pada Senin, pukul 10.11 menit, WITA yang notabene pukul 11.11 menit WITA untuk Indonesia Timur, bahwa Tergugat belum mengupload Dupliknya. Hasil analisa elektronik, pesan saya sudah terbaca karena centang biru, kendati dalam kolom chat tidak warna biru.

Selanjutnya sekira pukul 13.30, saya kata Aslam kembali memeriksa link E-court, tapi Duplik Tergugat belum di upload. Tetapi yang membuat kami merasa heran sekira pukul 15.46, Saya buka E-Court, tiba-tiba Tergugat sudah upload Duplik, yang tertuang pukul 09.22 WIB. Sementara sebelumnya tidak ada Duplik, bahkan terbukti dari hasil screenshot yang saya kirim kepada saudara LR sebagai Panitera perkara quo.

Sebagai analis bidang hukum yang berkompeten (Lembaga Sertifikasi Profesi dan BNSP), saya tidak berhenti mengkaji, dan hasil analisa, sistem E-Court itu tidak paten, bisa di ubah sekehendak Panitera yang menangani perkara, pasalnya sering saya buka, semua data tidak tertuang, bahkan bisa di buka tutup oleh Panitera. Artinya kalau panitera bilang merah, maka harus merah, sekalipun pada dasarnya adalah abu-abu, seperti itu kiasan katanya rekan-rekan, kata Aslam kepada awak media saat melakukan konferensi pers.

Baca Juga :  Andika Diduga Bos Mafia BBM Bersubsidi Menabrak Undang - Undang Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2023

Tindakan oknum Panitera ini, sangat konyol, pasalnya yang tertuang di kolom E-Court, Duplik di upload pukul 09.22 WIB, sementara hasil screenshot pada pukul 10.11 WIB, Tergugat belum mengupload Dupliknya. Inilah makna pepatah, sepandai-pandai tupai melompat, namun akhirnya jatuh ke tanah.

Sistem E-Court diatur dalam Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2018, Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 22/KMA/VII/2018 dan Keputusan Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor 1294/DjA/HK.00.6/SK/05/2018. Jadi tidak bisa diubah sesuai selera, atau di ubah karena merasa sudah paling berkuasa. Sebagai Penggiat Anti Korupsi, saya tidak akan pernah diam, apabila menemukan hal seperti ini, apalagi kalau saya yang jadi korban. Perubahan data oleh oknum badan peradilan yang mulia dan terhormat, adalah kejahatan luar biasa yang tidak bisa di tolelir, Harus kita basmi bersama-sama rekan-rekan, tidak bisa kita diamkan kata Aslam kepada awak media.

Tidak mematuhi ketiga ketentuan tersebut diatas, adalah merupakan pembangkangan terhadap amanah undang-undang, yang nota bene adalah musuh negara, apalagi mengotak-atik, ini mafia peradilan namanya, tidak bisa di kita biarkan, pantasnya hukuman pancung atau di potong tangan dan lidahnya, karena tangan yang mengotak-atik, dan lidah yang berbelit-belit sana sini.

Tentu hal ini tidak bisa kita diamkan, harus di lawan dan di basmi, agar korban kejahatan oknum mafia Peradilan, tidak berjatuhan lagi. Oknum Panitera di duga telah melakukan perubahan data pada sistem E-Court, yang ranahnya adalah penyalahgunaan wewenang, penyalahgunaan keadaan, penyalahgunaan kek oleh pejabat publik, sebagaimana diatur pada Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Juncto Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001. Selanjutnya pelaku juga dapat di pidana berdasarkan Pasal 35 dan Pasal 36, Undang-undang Informasi dan Transaksi Eletronik, yang sanksinya adalah kurungan penjara 12 tahun dan denda uang 12 milyar. Kemudian ada konsekwensi Etika dan Disiplin sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021, yang sanksinya bisa berakibat pada Pemberhentian Dengan Tidak Hormat. Selain itu, berdasarkan pasal 17 Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014, tentang Administrasi Pemerintahan, pelaku bisa di tuntut berdasarkan hukum yang berlaku..

Baca Juga :  Diduga Kuat Ada Mafia Hukum, M Farid : Kapolda Sulsel Harus Tegas

Menurut Ahli, bahwa alasan terjadi kesewenang-wenangan atau penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat publik adalah pertama; faktor individu, penyebabnya serakah dan mengejar kepentingan pribadi, kedua; faktor struktural, penyebabnya karena sistem pengawasan yang lemah, budaya organisasi yang tidak sehat, ketiga-faktor lingkungan, penyebabnya tekanan politik atau sosial, atau korupsi sistemik, dan keempat faktor motivasi Eksternal, di iming-imingi hadiah atau suap.

Ke empat faktor diatas, adalah penyakit karakter yang sulit diubah oleh pelakunya dan cenderung dilakukan oleh lebih dari satu orang.

Oleh sebab itu, saya menyatakan dengan tegas, akan melaporkan peristiwa ini kepada pihak yang berwenang, dan dengan bukti yang ada, saya yakin bahwa ini bukan karena kelalaian, melainkan ala bisa karena biasa. Saya juga sudah menyampaikan kepada yang bersangkutan bawah saya akan melapor, tetapi dia memilih diam, entah merasa kebal hukum atau ketakutan. Nanti kita lihat, seperti apa bentuknya pemberantasan mafia peradilan di negara yang terhormat ini.

Demikian penjelasan Aslam, sambil menyeru kepada awak media yang hadir, agar turut berpartisipasi dalam pencegahan tindak pidana korupsi, termasuk masalah yang sedang dibahas dalam pemberitaan ini.

(RED)