Lumajang – Liputan Warta Jatim ll Skandal penyalahgunaan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis bio solar kembali menyeruak di Kabupaten Lumajang. Di balik maraknya pelangsiran solar bersubsidi, muncul dugaan kuat keterlibatan seorang oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) berinisial Z, yang bertugas di salah satu kecamatan di wilayah barat Lumajang.
Praktik ilegal ini bahkan dilakukan terang-terangan di siang hari, menggunakan truk modifikasi bertandon besar di bak belakang. Truk-truk itu silih berganti mengisi solar di berbagai SPBU Lumajang, lalu memindahkan isi tangki ke tandon tersembunyi sebelum kembali mengantre untuk pengisian ulang.
“Kalau mau ditangkap sebenarnya gampang. Truknya bolak-balik isi solar di SPBU yang sama, tandonnya kelihatan di atas bak,” ujar seorang warga yang enggan disebut namanya, Senin (6/10/2025).
Menurut informasi yang dihimpun, oknum ASN Z mengendalikan sekitar 30 armada — mulai dari truk besar hingga kendaraan jenis mobil panther yang beroperasi bergiliran di sejumlah SPBU. Setiap kendaraan dilengkapi sistem penyedotan dari tangki utama ke tandon tambahan, sebuah cara licik untuk mengakali sistem antrian dan kuota subsidi.
Lebih ironis lagi, Z disebut memiliki jaringan pengamanan kuat. Setiap kali aparat atau pihak luar mencoba menemuinya, terlebih dulu harus berhadapan dengan preman bayaran yang disiapkan sebagai tameng. Nama Z sendiri sudah lama dikenal di kalangan masyarakat dan penegak hukum setempat.
Solar bersubsidi hasil sedotan itu kemudian dijual kembali ke sektor industri, baik di Lumajang maupun luar daerah, dengan harga non-subsidi yang jauh lebih mahal. Praktik ini jelas merugikan negara dan masyarakat kecil — terutama petani, nelayan, dan sopir angkutan umum yang seharusnya berhak menikmati solar bersubsidi.
Mengetahui hal itu, sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan awak media berkomitmen melayangkan surat resmi kepada Aparat Penegak Hukum (APH) dan Inspektorat Kabupaten Lumajang, guna meminta klarifikasi serta penindakan tegas terhadap oknum ASN tersebut.
“Ini bukan sekadar pelanggaran kecil, tapi kejahatan ekonomi terstruktur yang melibatkan aparatur negara. Negara harus hadir dan bertindak tegas agar tidak ada lagi ASN yang bermain di bisnis gelap solar bersubsidi,” tegas salah satu aktivis setempat.
Sesuai Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sebagaimana diubah melalui UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, disebutkan:
> “Setiap orang yang menyalahgunakan pengangkutan dan/atau niaga bahan bakar minyak, gas bumi, dan/atau bahan bakar lainnya yang disubsidi pemerintah dapat dipidana penjara paling lama 6 tahun dan denda paling tinggi Rp60 miliar.”
Kasus ini menjadi cermin buram penyalahgunaan jabatan di tingkat daerah. Saat rakyat harus antre panjang demi solar bersubsidi, justru ada aparatur negara yang menjarah hak mereka demi keuntungan pribadi.
Kini, publik menanti langkah tegas aparat penegak hukum untuk membuktikan bahwa hukum masih mampu berdiri tegak tanpa pandang bulu.(Tim/Red)