BANYUWANGI – Liputan Warta Jatim, Komunitas Banyuwangi Creative Market (BCM) yang konsisten hadir setiap Car Free Day (CFD) di kawasan Taman Blambangan, Banyuwangi, kembali mendapat tekanan. Setelah upaya relokasi ditolak mentah-mentah oleh pelapak, kini serangan datang dari arah tak terduga: para buzzer di media sosial yang diduga sengaja digerakkan untuk melemahkan gerakan rakyat kecil tersebut.

Ketua BCM CFD Banyuwangi, Rahmad Hidayat, menyesalkan narasi liar yang menyudutkan komunitas BCM soal pengelolaan sampah. Padahal, menurutnya, pengelolaan sampah oleh komunitas sudah dilakukan secara terorganisir dan dibiayai secara mandiri.

“Kami anggarkan Rp450 ribu setiap CFD hanya untuk kebersihan. Itu sudah termasuk biaya untuk pasapon, truk pengangkut, dan kantong plastik sampah. DLH, lurah, dan sekretaris kelurahan tahu semua itu. Tapi karena Bu Kadis LH tak pernah turun ke lapangan, malah muncullah narasi seolah kami biang sampah. Ini sangat menyakitkan,” tegas Rahmad, Minggu (6/7/2025).

Ia menilai ada pola sistematis untuk membentuk citra negatif terhadap komunitas BCM. “Ini bentuk delegitimasi. Tujuannya melemahkan posisi kami yang menolak relokasi ke tempat yang tidak layak dan tidak ada perputaran ekonominya,” imbuhnya.

Baca Juga :  Sispamkota di Probolinggo Berlangsung Dramatis, Polisi Siap Lakukan Pengamanan Pilkada 2024

Gerakan BCM tidak berdiri sendiri. Advokasi dan pendampingan diberikan secara total oleh NGO sosial Rumah Kebangsaan Basecamp Karangrejo (RKBK) Banyuwangi.

Ketua RKBK, Hakim Said, SH, menyebut ini bukan sekadar isu UMKM, tapi soal keberpihakan negara terhadap rakyat kecil. “Komunitas BCM bukan masalah estetika, ini soal hidup rakyat. Ketika negara gagal merancang keberlanjutan ekonomi, rakyat berhak bertahan di ruang hidupnya sendiri. Narasi buzzer itu murahan, dan kami lawan dengan data dan fakta,” tegas Hakim Said.

Sementara itu, Eny Setyawati, SH, advokat sekaligus aktivis tata kelola publik, menyoroti lemahnya kontrol pemerintah atas narasi media sosial yang merugikan komunitas. “Kalau pemerintah daerah cemburu karena rakyat bisa hidup tanpa proyek dan anggaran, itu penyakit. Jangan kambinghitamkan rakyat kecil hanya karena mereka sukses mandiri,” ujar Eny tajam.

Ia juga menyebut narasi tentang sampah sebagai pengalihan isu. “Lho, sampah di depan rumah dinas Dandim kok dikaitkan dengan BCM? Ini ngawur, dan rakyat tidak sebodoh itu,” tandasnya.

Baca Juga :  Lagi Lagi, Satgaspam TNI AL Bandara Juanda Gagalkan Upaya Penyelundupan Benih Bening Lobster Senilai 9 Milyar

Pemerhati kebijakan publik, Andi Purnama, ST, SH, MM, menyebut bahwa BCM CFD sudah berkembang sebagai wisata keluarga alternatif dengan perputaran ekonomi yang nyata.

“Kenapa pemerintah tidak melihat ini sebagai potensi ekonomi rakyat? Harusnya didukung, bukan dimatikan. Jangan ulangi kesalahan tata ruang dan mangkraknya bangunan hasil revitalisasi seperti Terminal Sobo, Wisma Atlet, dan Dormitori. BCM itu hidup dan menghidupi,” tegas Andi.

Aktivis masyarakat sipil dan akademisi Banyuwangi, Herman Sjahthi, M.Pd.M.Th.CBC, juga menyatakan bahwa BCM adalah wajah nyata ekonomi kerakyatan. “Pemerintah harus jujur, yang hidup itu BCM, bukan proyek estetika. Rakyat sudah terlalu sering jadi korban gagalnya tata ruang. BCM itu solusi, bukan masalah,” kata Herman.

By Cahyo