Banyuwangi – Liputan Warta Jatim, Jauh sebelum M.Yunus Wahyudi terjun ke dunia aktivis pergerakan di bumi Blambangan, putra ulama asal dusun Tegalrejo desa Kradenan kecamatan Purwoharjo kabupaten Banyuwangi itu lebih dulu dikenal sebagai petarung jalanan yang namanya sempat mewarnai ring-ring pertarungan di ibu kota Jakarta.
Bahkan nama M.Yunus Wahyudi juga sempat berkibar didalam sebuah acara televisi yang menampilkan pertarungan antar para jawara se-nusantara yakni acara TPI Fighting di era tahun 90an.
Salahsatu pertarungan M.Yunus Wahyudi yang paling diingat para penggemarnya adalah ketika dia harus berhadapan dengan Surono petarung asal Semarang.
Dimana saat itu M.Yunus Wahyudi yang masih berusia 26 tahun dengan pengalaman bertarung yang masih minim harus menghadapi Surono yang dari peringkat dan sisi pengalaman bertanding jauh diatasnya.
Namun dengan keyakinan serta kepiawaiannya menggunakan jurus-jurus bela diri yang dipelajarinya semenjak kecil serta tempaan dari berbagai pengasuh pondok pesantren dimana dia pernah belajar ilmu agama, dengan mudah Yunus bisa mengalahkan Surono.
Pertandingan saat itu harus dihentikan oleh wasit pada menit-menit awal setelah Surono berhasil dijatuhkan Yunus dan dihujani pukulan tanpa bisa membalas sedikitpun.
Namun walaupun meraih kemenangan, rasa rendah hati bisa dilihat dari gestur tubuh Yunus, dimana begitu dinyatakan sebagai pemenang dia langsung mendatangi Surono, merangkul serta memberikan semangat tanpa menunjukkan eforia kemenangan yang berlebihan.
Memang seperti itulah Yunus, oleh warga sekitar kediamannya, semenjak kecil dia adalah anak pendiam yang rajin mengaji di surau-surau dekat rumahnya, dia sangat identik dengan putra seorang ulama yang dibayangkan benak semua orang.
Kini Yunus sudah tumbuh semakin matang, hasil mengembaranya menimba berbagai ilmu baik ilmu agama, kanuragan maupun kebatinan dia curahkan saat dirinya kembali ke kampung halamannya.
Di Banyuwangi, Yunus kini dikenal sebagai sosok berwibawa, berani dan tidak pandang bulu dalam mengkritisi semua kebijakan para pemimpinnya yang dianggap tidak berpihak kepada rakyat namun Yunus akan menjadi sangat melankolis dan lembut saat berada dihadapan rekan-rekan juniornya yang telah dianggap sebagai adik-adiknya sendiri.
Sedangkan dihadapan para aktivis senior Banyuwangi, Yunus juga selalu menghargai, tidak segan bertanya serta menganggap mereka adalah kakak-kakaknya yang wajib dia hormati asalkan juga bisa menyayanginya sebagai adik yang masih perlu bimbingan.
Penulis: Syam Halim Tianaka (JKS) Blambangan Kidul/Red.