Oleh: Hamdin ntb
Makassar – Pada prinsipnya penegakan hukum itu adalah sebuah upaya untuk menegakkan ide-ide yaitu ide tentang keadilan ide tentang kepastian dan ide tentang kemanfaatan hukum. Dalam penegakan hukum untuk untuk membumikan ide tentang keadilan die tentang pemanfaatan dan ide tentang kepastian hukum maka tentunya ada tertib ataupun tata cara terhadap proses penegakan hukum tersebut. Begitu juga dalam hukum pidana tata cara penegakannya itu ditentukan melalui hukum acara pidana. Berdasarkan ketentuan undang-undang nomor 8 tahun 1981 tepatnya di pasal 183 bahwa syarat untuk menentukan seseorang dapat ditetapkan sebagai tersangka adalah ketika dia memenuhi minimum 2 alat bukti. Sementara yang dimaksud dengan alat bukti yang sah menurut pasal 184 kitab undang-undang hukum acara pidana yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa.
Sementara dalam perkap nomor 12 tahun 2009 mengatur lebih detail mengenai kewajiban penyidik sebelum menentukan seseorang itu ditetapkan sebagai tersangka maka berdasarkan pada pasal 66 harus memperoleh bukti permulaan yang cukup minimum dua jenis alat bukti. Adapun minimum 2 jenis alat bukti menurut pasal 67 ayat 2 bahwa sekurang-kurangnya minimum alat bukti tersebut harus ada laporan polisi ditambah dengan dua jenis alat bukti yang terdiri dari keterangan saksi yang diperoleh oleh penyidik, keterangan ahli yang diperoleh oleh penyidik, surat dan petunjuk.
Artinya berdasarkan pada ketentuan perkap tersebut Nomor 12 Tahun 2009 penyidik baru dapat menetapkan seseorang sebagai tersangka bilamana memenuhi minimum 2 jenis alat bukti yaitu keterangan saksi keterangan ahli yang diperoleh oleh penyidik surat dan petunjuk. Dengan kata lain pengakuan calon tersangka yang diperoleh oleh penyidik pada pemeriksaan tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti. Oleh karena itu kalau penyidik mendapatkan penetapan tersangka hanya karena pengakuan semata maka secara hukum ini tidak bisa dijadikan sebagai alasan hukum untuk menetapkan dia sebagai tersangka.
Legal opinion adalah suatu pendapat dari segi hukum yang diberikan oleh seorang atau lebih ahli hukum mengenai suatu hal yang didasarkan pada dokumen-dokumen hukum dan penjelasan-penjelasan lainnya mengenai hal tersebut. Seperti hal nya terkait dengan penangkapan yang di lakukan oleh teman-teman kepolisian resor bima terhadap ERISON ALS DORIS yang di nilai cacat secara formil atau fakta-fakta hukum sebagaimana di jelaskan dalam pasal 188 KUHAP ayat 3 menjelaskan bahwa. Penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh kecermatan dan kesaksamaan berdasarkan hukum yang berlaku sesuai perbuatan orang di sangkakan sebagai pelaku tindak pidana.
Setelah kami telaah menggunakan riset fakta hukum. Pihak kepolisian resor bima hanya berpatokan pada pasal 183 KUHAP untuk menetapkan orang sebagai tersangka. Yang berpatokan pada keterangan saksi tingkat penyidikan, baru di ambil sebagai alat bukti apabila saksi tersebut di sumpah di muka persidangan berdasarkan pasal 160 KUHAP ayat 3 sampai ayat 4.
mengatakan bahwa. Sebelum memberi keterangan, saksi wajib mengucapkan sumpah atau janji menurut cara agamanya masing-masing, bahwa ia akan memberikan keterangan yang sebenarnya dan tidak lain daripada yang sebenarnya.
Jika pengadilan menganggap perlu, seorang saksi atau ahli wajib bersumpah atau berjanji sesudah saksi atau ahli itu selesai memberi keterangan.
Baru kita mengakui bahwa keterangan saksi atau ahli itu sebagai alat bukti untuk menetapkan orang sebagai tersangka, namun itupun ada pertimbangan dari hakim untuk memutuskan suatu keputusan apabila tidak di dampingi oleh alat bukti lainnya. Namun hari ini pihak aparat kepolisian polres kabupaten bima menetapkan orang sebagai tersangka atau melakukan penangkapan yang tidak berdasarkan asas-asas hukum yang berlaku berdasarkan kitab undang-undang hukum acara pidana tersebut kami berpandangan dan melalui hasil analisis hukum kita bahwa itu cacat secara formil maupun materil.
Kemudian beralih ke penangkapan saudara Ahmad maulanar als lou Tersebut. itupun cacat secara formil atau secara hukum administrasi karena tidak menggunakan satu arah cara pengkajiannya melainkan menggunakan metode-metode yang bisa mengungkap suatu fakta kejadian yang ada berdasarkan penalaran hukum itu sendiri. Pada penangkapan saudara Ahmad maulanar als lou tersebut itu bukan penangkapan melainkan pengeledahan terhadap rumahnya Ahmad maulanar als lou tersebut. Pertanyaan besar kita terhadap teman-teman kepolisian apakah surat perintah tersebut melakukan pengeledahan atau surat perintah oenangkapan. Sedangkan fakta yuridiksinya yang terjadi itu suatu penggeledahan, contohnya pada saat penangkapan itu berlangsung teman-teman kepolisian melakukan penggeledahan dan pengerusakan terhadap rumahnya Ahmad maulanar als lou tersebut. Ini yang menjadi pertanyaan mendasar kita terhadap teman-teman aparat kepolisian polres kabupaten bima hari ini.
Legal reasoning adalah proses pencarian dasar atau “reason” tentang hukum, yang merupakan bagian dari putusan pengadilan dalam memutuskan suatu perkara. Legal reasoning juga dikenal sebagai penalaran hukum atau argumentasi hukum.
Legal reasoning berkaitan dengan proses psikologi yang dilakukan hakim untuk sampai pada keputusan, dan berkaitan dengan argumentasi yang melandasi suatu keputusan.
Legal reasoning memiliki manfaat yang besar bagi berbagai pihak, seperti Hakim, untuk mengambil pertimbangan dalam memutuskan suatu kasus, Pengacara, untuk memberikan argumentasi hukum.
Ahli hukum, untuk menalar hukum.
Penyusun undang-undang dan peraturan, untuk mencari dasar mengapa suatu undang-undang disusun dan mengapa suatu peraturan perlu dikeluarkan.
Dalam merumuskan legal reasoning, hakim harus cermat, sistematis, dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Legal reasoning harus berdasarkan aspek filosofis, yuridis, sosiologis, atau teologis.
Secara Aspek filosofis hukum meliputi yang berlandasan filosofis hukum itu sendiri semisal ada Pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk mempertimbangkan pandangan hidup, kesadaran, dan cita hukum. Landasan filosofis berfungsi sebagai kompas untuk memastikan bahwa setiap langkah yang diambil sejalan dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang diyakini.
Kemudian kita masuk dalam kajian secara yuridisnya. Yang pertama adalah
Unsur yuridis Menyangkut persoalan hukum yang berkaitan dengan substansi atau materi yang diatur. Setelah kita memahami lebih dalam berkaitan dengan peristiwa yang terjadi kemudian di ambil oleh kepolisian yang tidak mempunyai landasan dasar unsur yuridisnya.
Landasan yuridis Pertimbangan atau alasan yang menggambarkan bahwa peraturan yang dibentuk untuk mengatasi permasalahan hukum. Kemudian kita mempertanyakan terhadap aparat kepolisian kenapa sembarang menetapkan orang sebagai tersangka yang tidak memenuhi dasar hukumnya. Mereka hanya berpatokan pada pasal 183 KUHAP tersebut. Berdasarkan keterangan saksi di tingkat penyidikan.
Tinjauan yuridis Kajian atau analisis suatu masalah berdasarkan hukum dan perundang-undangan. Pada saat kami meninjau hasil dari pada kinerja kepolisian polres kabupaten bima yang cacat secara formil dan materil dalam ketentuan asas-asas hukum yang berlaku.
Pendekatan yuridis Rangkaian dari penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder. Setelah kami mempelajari semua unsur-unsur yang diberikan oleh teman-teman penyidik tersebut merupakan suatu data yang tidak berdasarkan aturan perundang-undangan yang berlaku berdasar perkap no. 6 tahun 2019 dalam pasal 3 ayat 9 tersebut.
Data yuridis Keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang didaftar. Artinya kalau kita berpatokan data-data yuridisnya dalam suatu peristiwa semisal seperti rumah yang di anggap sebagai barang bukti atas apa yang telah di lakukan oleh terduga pelaku tersebut. Pada saat kejadian tersebut kalau kita menggunakan secara pendekatannya data yuridis dan bisa kita korelasikan hasil dari pada keterangan ibu sultin tersebut yang di sebut sebagai korban pengerusakan dan pembakaran bahwa pada kejadian tersebut dia berada dalam rumahnya. Yang artinya pada saat itu ia terbakar dengan rumahnya. Kalau kita mengacu pada psikolog itu di anggap batal. Karena tidak sesuai dengan kejadian yang terjadi.
Kemudian kita menggunakan metode Sosiologi hukum. Sosiologi hukum ini dapat memberikan kemampuan untuk memahami hukum dalam konteks sosial. Selain itu, sosiologi hukum juga dapat membantu untuk menganalisis efektifitas hukum dalam masyarakat. Bisa kita mengindikasikan bahwa pihak keluarga ibu sultin itu sendiri lah yang membakar rumahnya, secara pendekatannya menggunakan logika hukum berdasarkan fakta mengatakan bahwa pada saat itu pihak pelaku pembunuhan tersebut melakukan penyerangan balik terhadap keluarga korban pembunuhan atau sekaligus di duga sebagai pelaku pengerusakan dan pembakaran rumah tersebut. Pada saat itu mereka juga membawah minyak bensin pada waktu mereka menyerang balik. Bisa kita katakan atau menduga kuat bahwa mereka sendirilah yang membakar rumah tersebut, kemudian di alibi lah bahwa keluarga korban pembunuhan lah yang membakar rumah tersebut.
Kalau kita mengacu pada dua poin diatas untuk membongkar fakta kejadian peristiwa tersebut. Bahwa keputusan yang di ambil oleh teman-teman aparat kepolisian polres bima kabupaten ini adalah suatu keputusan yang tidak berdasarkan kekuatan hukum yang berlaku. Perlu kita memahami dulu dasar-dasar hukumnya dan harus melengkapi dari pada berkas-berkas serta alat bukti yang kuat untuk menetapkan orang sebagai tersangka dan tidak ada hak kepolisian untuk menetapkan orang sebagai tersangka. Kemudian yang berhak menetapkan orang sebagai tersangka yaitu hakim dalam sidang pengadilan tersebut. Itupun hakim tidak bisa atau gegabah untuk menetapkan orang sebagai tersangka sebelum di lengkapi dengan 3 alat bukti dalam fakta persidangan atau menimum 2 alat bukti yaitu berdasarkan keteranga pasal 160 KUHAP ayat 3 dengan ayat 4 tersebut dia atas.
Kemudian kami meminta alat bukti yang di gunakan oleh kepolisian polres bima. Mereka pun tidak berani untuk menunjukan alat bukti tersebut. Yang artinya mereka sedang menyembunyikan sesuatu atau penangkapan itu berdasarkan desakan yang di lakukan oleh pihak yang merasa diri korban padahal mereka adalah pelaku pembunuhan berencana yang mengakibatkan kematian saudara Abdul Haris als hare tersebut. Patut kita tanyakan persoalan ini karena banyak sekali persoalan yang di tangani oleh teman-teman kepolisian polres bima kabupaten yang tidak berdasarkan hukum yang berlaku atau berdasarkan peraturan kapolri nomor 6 tahun 2019 pasal 3 poin 9 tersebut. Ini yang kemudian harus kita antesi khusus mengenai kesewenagan-wenangan yang dilakukan oleh kepolisian hari ini.
Kemudian kita masuk dalam kajian Teologi hukum nya. Teologi hukum adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara hukum dan keadilan, serta bagaimana hukum dapat diterapkan dalam konteks kehidupan. Teologi hukum memiliki beberapa karakteristik, yaitu
Merupakan seperangkat norma-norma sosial
Bersifat normatis, berarti aparat kepolisian harus melakukan investigasi lebih dalam terkait setiap kejadian tindak pidana pembunuhan, pengerusakan, pembakaran, kriminalisasi, dan tindakan melawan hukum lainnya. Baru kemudian mereka mempelajari setiap peristiwa itu melalu gelar perkara tingkat kepolisian. Selepas mereka mengkaji melalui gelar perkara. Mereka harus juga memahami asal-usul kejadian peristiwa tersebut dengan menggunakan investigasi lebih dalam untuk memperkuat perefrensi atau sebagai dasar hukum mereka. Dan harus mempunyai minimum 2 alat bukti. Tapi bukan barang bukti.
eksis di alam sollen, dan bersifat a priori, Berfungsi sebagai pengarah, kontrol, dan ukuran terhadap perilaku manusia tersebut. Hal ini perlu juga aparat kepolisian pahami secara menyeluruh terkait dengan penafsiran hukum atau berdasarkan Kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP), selain itu aparat juga harus pahami seluruh penalaran hukum dalam KUHAP tersebut, karena berdasarkan hasil pengkajian kami bahwa teman-teman aparat kepolisian 95% belum memahami secara utuh penalaran hukum yang ada dalam KUHAP atau asas-asas legalitas hukum itu sendiri.
Setelah kita mempelajari setiap kronologis peristiwa tersebut. Bahwa itu adalah suatu lemparan opini semata. Yang seakan-akan bahwa keluarga korban pembunuhan lah yang membakar rumah itu tersebut. Dan lebih bingung lagi kepada pihak penegak hukum ini berani ambil tindakan untuk menetapkan orang sebagai tersangka. Sedangkan mereka belum memenuhi unsur alat bukti untuk menetapkan orang sebagai tersangka. Selain itu juga pas BAP saudara ERISON ALS DORIS tersebut mereka tidak menunjukan penasihat hukumnya.
PUTUSAN MA no. 367 tahun 1998.
bahwa bila tak di dampingin oleh penasehat hukum. tingkat penyidikan bertentangan dengan pasal 56 kuhap. hingga BAP penyidikan dan penuntut umum, batal demi hukum. dan karenanya tuntutan penuntut umum, tidak dapat di terima. walaupun pemeriksaan disidang pengadilan di dampingi oleh penasehat hukum.
PUTUSAN MA NO. 1565 TAHUN 1951.
apabila syarat-syarat permintaan tidak di penuhi. seperti halnya penyidik tidak menujukan penasihat hukum. bagi tersangka sejak awal penyidikan. maka penuntut umum di nyatakan tidak dapat di terima.
uu. nomor 8 tahun 1981 tentang kuhap. pasal 52 dan 117 ayat 1 tersangka berhak untuk memberikan keterangan secara bebas di semua tingkat pemeriksaan dalam proses pradilan.
Secara garis besar bahwa aparat kepolisian melakukan penangkapan terhadap mereka itu salah total karena mereka tidak dapat menunjukan suatu alat bukti Penguat untuk menetapkan orang sebagai tersangka tersebut.
Kembali dari pembahasan awal terkait dengan kejadian pengerusakan dan pembakaran rumah. Pada saat kejadian peristiwa Jum’at 8 Desember 2023 tersebut. Berawal dari adanya pembunuhan berencana yang mengakibatkan kematian saudara Abdul Haris als hare. Yang di lakukan oleh keluarga korban pengerusakan dan pembakaran rumah sebelum kejadian pengerusakan dan pembakaran rumah tersebut, selain dari pada itu pihak pelaku pembunuhan tersebut melakukan penyerangan terhadap keluarga korban pembunuhan dan melakukan pengerusakan terhadap rumahnya Ahmad maulanar als lou merupakan keluarga korban pembunuhan. Para pelaku juga membawah bensin lebih kurang 1-5 liter bensin yang bertujuan untuk membakar rumah saudara Ahmad maulanar als lou yang merupakan ponaan korban pembunuhan berencana tersebut. Dan juga mereka serang keluarga korban pembunuhan dengan peluru atau senjata, pada saat mayat Abdul Haris als hare itu di mandikan, serta menyerang mereka juga yang sedang makan.
Pada kejadian ini patut kita menduga bahwa yang membakar rumah ibu sultin tersebut ialah merupakan keluarga nya sendiri, kenapa kemudian bisa begitu. Karena harus di selaras hasil dari pada keterangan ibu sultin itu sendiri. Bahwa ia ada dalam rumah pada saat kejadian pengerusakan dan pembakaran rumah tersebut. Kalaupun benar bahwa keluarga korban pembunuhan yang melakukan hal demikian artinya ibu sultin tersebut mati terbakar bersama rumahnya tersebut. Kalau kita mengacu pada sosiologi hukum dan teologi hukum. Karena harus menggunakan metode pendekatan secara sosial kemasyarakatan dan a priori peristiwa yang ada pada tingkat masyarakat tersebut.
Dengan adanya hal demikian perlu kita uji secara formil maupun secara materil dalam asas legalitas hukum itu sendiri untuk menggali setiap peristiwa sampai pada akar nya. Maka perlunya teman-teman penyidik atau kepolisian menggunakan metode investigasi yuridis dan yuridiksi. Sesuai nggak dengan kejadian peristiwanya dengan keterangan saksi itu tersebut. Barulah dipahami bahwa ini lah yang sebenarnya terjadi.