DI Dusun Unggahan, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto Jawa Timur terdapat reruntuhan candi yang di sebut Candi Menakjinggo
Dalam catatan Belanda dulu oleh masyarakat sekitar candi di sebut SANGGAR PAMALANGAN
Di antara reruntuhan candi tersebut ada 2 relief berukuran besar yang salah satunya berbentuk raksasa bersayap oleh masyarakat sekarang di sebut Arca Menakjinggo
Tidak di ketahui pasti kapan arca ini di temukan. Ketika Kapt.Johanes Willem Bartholomeus Wardenaar di utus Thomas Stamfors Raffles ke tempat ini kondisi bangunan sudah runtuh Hanya di temukan reruntuhan bata dan dua relief
Pada ekskavasi tahun 2007 di temukan fragmen terakota,.mata uang kepemg dan keramik cina dinasti Yuan (1279-1368), fragmen miniatur rumah dan arca katak
Ditemukan juga di situs ini ada 64 panel relief yang menceritakan cerita fabel di antaranya Tantri Kamandaka, Panji Kuda Semirang
Menurut Wong Agung Mukti Jayadiningrat Tidak benar jika Relief Raksasa bersayap itu di sebut Arca Menakjinggo Karena di lihat dari bentuknya jelas itu adalah arca Burung
Arca burung besar dalam relief candi yang umum adalah arca Garuda/Garudheya tunggangan Dewa Wisnu.
Cerita Garuda menjadi populer dan menghiasi relief relief candi menjadi cerita suci karena kisah pengorbanan Garuda dalam menyelamatkan ibunya dari cengkeraman Naga.
Agar ibunya bebas maka Naga meminta tebusan air suci Tirta Amerta yang di miliki Wisnu. Dewa Wisnu tersentuh oleh bhakti Garuda dalam menyelamatkan ibunya dan bersedia menyerahkan Tirta Amerta miliknya asal Garuda bersedia menjadi tunggangan Dewa Wisnu
Maka setelah membebaskan ibunya, sejak itu Garuda menjadi Tunggangan (wahana) Wisnu.Cerita ini menginspirasi para tokoh pendiri Indonesia untuk menjadikan Garuda sebagai lambang negara yang rela berkorban untuk ibu pertiwi
Kisah Garuda yang menjadi simbol Wisnu akan selalu pada candi candi para pemuja Wisnu (waisnawa)
Maka situs yang terdapat pada dusun Unggahan Mojokerto bisa di pastikan adalah Candi Wisnu apalagi situs ini berada tidak jauh dengan situs Trowulan Majapahit di mana di era itu aliran Kasyiwan dan Waisnawa hidup berdampingan seperti yang tersirat dalam kitab Sutasoma Mpu Tantular ” Tan Hanna Dharma Mangrwa ”
Dalam catatang Asing di sebutkan dulu masyarakat menyebut Sanggar Pamelemgan lalu entah kenapa tiba tiba menjadi Candi Menakjinggo ?
Menurut Wong Agung Mukti Jayadiningrat bisa jadi perubahan nama situs Majapahit menjadi Candi Menakjinggo terjadi di era tahun 1800an
Di mana kesenian Langendriyan Menakjinggo Mangkunegaran mencapai puncak kejayaannya di jaman itu.
Hal ini di dukung oleh data bahwa Arya Suganda putra Mangkunegaran IV masuk ke Jawa Timur menjadi Bupati Banyuwangi pada tanggal 31 Januari 1881 lalu pindah tugas ke Pasuruan pada tahun 1887
Demikian juga dengan KRT Notodiningrat, Bupati Pasuruan yang kemudian pindah tugas menjadi Bupati Banyuwangi pada tanggal 27 Desember 1912 dan kembali ke Pasuruan sesesudahnya adalah tokoh yang mempopulerkan kesenian Janger Menakjinggo Damarwulan di Banyuwangi yang di mungkinkan mempoluperkan kesenian ini juga di Pasuruan dan sekitarnya pada masa pensiun
Sekali lagi menurut Wong Agung Mukti Jayadiningrat relief burung raksasa pada Candi Menakjinggo itu bukan sosok Menakjinggo raja Blambangan.Kalopun di paksakan sosok Menakjinggo versi Surakarta adalah sosok raja berkepala Anjing bukan burung
Dari relief itu jelas bahwa dulu itu adalah bangunan candi bagi kaum pemuja wisnu atau Waisnawa.
R/KRT SUJONO DIPURO & WONG AGUNG MUKTI JOYODININGRAT