Liputan Warta Jatim – Pentingnya percepatan regenerasi petani untuk menjaga ketahanan pangan di Indonesia adalah persoalan yang serius terkhusus di wilayah provinsi Jawa Timur ini. Berkurangnya jumlah petani muda akan berpengaruh kepada produktivitas pertanian yang pada akhirnya berdampak pada turunnya stok pangan nasional.
Apalagi krisis pangan diperkirakan menjadi salah satu tantangan terbesar yang akan dihadapi masyarakat dunia menjelang tahun 2040 hingga 2050 mendatang. Badan Pangan Dunia (FAO) memprediksi akan terjadi peningkatan kebutuhan pangan sebesar 60 persen di tahun tersebut dibanding sekarang.
Menurut LaNyalla, tantangan dunia pertanian sangat kompleks sehingga untuk mengejar swasembada perlu diperjuangkan lebih keras lagi. Kondisi ini harus benar-benar menjadi perhatian pemerintah pusat maupun pemerintah di daerah. Tidak hanya mencari solusi untuk swasembada, tapi juga mengambil peluang. “Karena Jawa Timur salah satu penjaga kedaulatan pangan Indonesia dan Indonesia memiliki potensi besar untuk menjadi lumbung pangan dunia,” himbaunya.
Alih fungsi lahan yang sedemikian cepat, fluktuasi harga panen, perubahan iklim dan cuaca yang sulit diprediksi, faktor kenaikan harga BBM, berkurangnya minat anak muda bertani menjadi pemicu utama ketahanan pangan di Indonesia.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pada tahun 2023 terdapat 6,18 juta petani muda yang berada di rentang usia 19-39 tahun. Petani muda ini menyentuh 21,93 persen dari jumlah petani di Indonesia. Petani yang berumur lebih dari 39 tahun dan menggunakan teknologi digital sebanyak 2.264.127 orang (41,11 persen) dan petani yang berumur kurang dari 19 tahun dan menggunakan teknologi digital sebanyak 616 orang (0,01 persen).( red)