Semarang – Liputan Warta Jatim,
Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Organisasi Persudaraan Cinta Tanah Air Indonesia Yang Dijiwai Manunggalnya Keimanan dan Kemanusiaan mengajak agar jangan sampai warga Indonesia khususnya pengurus dan anggota PCTA Indonesia melupakan sejarah dan jasa para Pahlawan Bangsa.
Menurutnya jika hal ini terus terjadi dan tidak diluruskan kita bisa terjerumus dalam dosa politik.
Ajakan ini disampaikan dalam pembukaan Seminar Kebangsaan bertajuk “Pelurusan sejarah Kemerdekaan Bangsa Indonesia 17 Agustus 1945 dan berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia 18 Agustus 1945 Menuju Taubat Nasional” yang diselenggarakan di Gedung Juang 45 Jl. Pemuda No. 163 Kota Semarang. Sabtu, (10/08/2024).
“Sejarah adalah identitas bangsa, maka sangat penting untuk memahami sejarah. Agar tidak ada lagi kerancuan dalam memahami sejarah bangsa,” aku I Dewa Nyoman S Hartana.
Ia pun berharap seminar kebangsaan ini mampu menumbuhkan kesadaran cinta tanah air Indonesia.
“Kami yakin seminar ini akan menambah pengetahuan baru dan akan menguatkan rasa cinta tanah air Indonesia,” tambah I Dewa Nyoman dalam sambutannya.
Khususnya mengenai sejarah kemerdekaan bangsa Indonesia dan sejarah berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia, Ketua DPP PCTA Indonesia berharap jangan sampai terjadi gagal faham.
“Bangsa kita 79 tahun merdeka, apakah kita membiarkan, membiarkan sejarah berjalan salah. Kalau ini dibiarkan kita akan berdosa pada para pahlawan, berdosa kepada para pendiri bangsa, dan utamanya berdosa pada Allah Ta’ala,” tegasnya.
Seminar yang berlangsung sekitar empat jam ini pun menghasilkan sesuatu yang sangat cukup menggembirakan, yakni usulan nomenklatur dalam l peringatan dan tasyakkuran Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan Berdirinya NKRI.
Kesepakatan ini mengerucut pada puncak acara sebelum berakhirnya seminar. Tiga nara sumber Ir. Edi Setiawan, SE, M.Si (DPP PCTA Indonesia), R.M. Kusuma Hartana. S (Ketua Harian Situs Persada Soekarno Kediri) dan Prof. Dr. Imam Yahya, M.Ag (Guru Besar UIN Walisongo Semarang), moderator Drs. Ismu Syamsuddin dan semua undangan yang hadir membubuhkan tanda tangan sebagai bukti kata sepakat.
“Alhamdulillah Atas Berkat Rohmat Alloh Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan keinginan yang luhur, demi cinta kita pada Negara Kesatuan Republik Indonesia, semua sepakat mengusulkan 18 Agustus sebagai Hari Besar Nasional Hari Berdirnya NKRI. Alhamdulillah kami bersyukur dan lega sekali,” aku Achmad Asy’ari.
Ia menambahkan usulan satu rangkaian dengan usulan nemenklatur dari “17 Agustus 1495 Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia” menjadi 17 Agustus 1945. Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia dan 18 Agustus 1945 Hari Berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Usulan dan rekomendasi ini kita kirimkan ke Sekretariat Negara RI, Kemendagri, Kemensos, dan juga kita tembuskan ke Gubernur Jawa Tengah,” tegas Asy’ari.
“Kami dari DPP PCTA Indonesia akan mengawal usulan ini sampai Pusat, sekaligus hasil seminar ini mendorong dan menguatkan hasil FGD (Fokus Grup Diskusi) yang telah kami lakukan diberbagai daerah agar supaya segera ditetapkan menjadi keputusan Nasional,,” ujar Drs. Ismu Syamsuddin Sekjen DPP PCTA Indonesia.
“Usulan ini tidak merubah sejarah,, tapi pelurusan pemahaman dan penyadaran sejarah. Jadi sejarahnya tidak salah, tidak ada yang diubah, yang salah adalah pemahamnya. Karena sebagainya besar menanggapi pada tanggal 17 Agustus Negara Kesatuan Republik Indonesia sudah berdiri, padahal tanggal 17 Agustus sesuai Teks Prokalmasi barulah pernyataan kemerdekaan bangsa, besoknya tanggal 18 Agustus 1945 barulah Negara Republik Indonesia sah berdiri,” papar Kushartono Ketua Harian Situs Ndalem Pojok Persada Soekarno salah satu. pembicara seminar.
“Karena seringnya menyebut “17 Agustus disebut sebagai Hari Proklmasi Kemerdekaan Republik maka lambat laun tertanam dalam pikiran bawah sadar mengira bahwa yang merdeka itu adalah Republik dan akhirnya pula menduga bahwa berdirinya Republik itu tanggal 17 Agustus 1945. Jadi ini hanya salah kebiasaan yang terus diulang-ulang,” kata Ir. Edi Setiawan Pakar Komunikasi.
Darto