Jakarta – Liputan Warta Jatim, Indonesia kini memiliki alat navigasi baru untuk menuntun arah pembangunan menuju Indonesia Emas 2045. Alat itu bukan peta biasa, melainkan Tabel Kehidupan (Life Table) sebuah data kependudukan yang memuat potret harapan hidup, kualitas kesehatan, hingga tantangan antar generasi.
Direktur Kependudukan dan Jaminan Sosial Kementerian PPN/Bappenas, Muhammad Cholifihani, menyebut bahwa Tabel Kehidupan bukan sekadar deretan angka, tetapi kompas kebijakan nasional yang akan membantu pemerintah menavigasi masa depan bangsa dengan lebih presisi.
“Kita kumpul di sini untuk memastikan data kependudukan menjadi kompas Indonesia menuju Indonesia Emas 2045,” ujar Cholifihani dalam acara Diseminasi Tabel Kehidupan Indonesia: Mengukur Harapan Merancang Masa Depan di Gedung Bappenas, Jakarta, Senin 6 Oktober 2025.
Melalui Tabel Kehidupan, pemerintah dapat membaca “cerita di balik angka” tentang usia harapan hidup, tingkat mortalitas, hingga tren kesehatan masyarakat. Dengan pemetaan ini, kebijakan publik dapat diarahkan lebih tepat sasaran misalnya dalam menentukan intervensi di bidang kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial.
“Kebijakan publik harus bertumpu pada data yang akurat dan presisi agar mampu mewujudkan visi Indonesia Emas 2045,” tegasnya.
Cholifihani menambahkan, data tersebut memberi makna penting bagi generasi muda. Sebab, arah kebijakan yang tepat akan menciptakan lingkungan tumbuh yang lebih berkualitas bagi generasi penerus bangsa.
Tabel Kehidupan berperan langsung dalam mendukung dua sasaran besar Indonesia Emas (IE) yaitu IE1 (Kesehatan untuk Semua), IE3 (Perlindungan Sosial Adaptif).
Pada sektor kesehatan, pemerintah menargetkan angka stunting turun menjadi 5 persen, penyakit tuberkulosis dan kusta tereliminasi, serta usia harapan hidup meningkat hingga 80 tahun pada 2045.
Untuk mencapai itu, Tabel Kehidupan membantu pemerintah memastikan penurunan angka kematian bayi hingga 4,2 per 1.000 kelahiran serta perencanaan sistem kesehatan yang tangguh dan responsif.
Sedangkan pada bidang perlindungan sosial, data ini mendukung proyeksi pembiayaan jaminan sosial, peningkatan manfaat bagi penyandang disabilitas, serta pengembangan sistem perlindungan kesehatan yang adaptif terhadap perubahan iklim, pandemi, dan bencana alam.
Pemerintah menargetkan cakupan jaminan sosial kesehatan dan ketenagakerjaan mencapai 99,5 persen pada tahun 2045.
Tabel Kehidupan juga menyediakan parameter mortalitas hingga tingkat daerah, memungkinkan kebijakan yang lebih spesifik dan sesuai dengan karakteristik wilayah.
“Tingkat kelahiran di Jakarta hanya sekitar 1,7–1,8, di Bali 1,9, sedangkan di Indonesia Timur masih di atas 2,3–2,4. Jadi, kebijakan tidak bisa seragam untuk semua provinsi,” jelas Cholifihani.
Pendekatan berbasis data ini diyakini dapat memperkuat keadilan manfaat dan keberlanjutan pembiayaan jaminan sosial, sekaligus memperkaya basis data mortalitas yang sebelumnya banyak digunakan oleh lembaga asuransi.
Menurut Bappenas, manfaat jangka pendek dari Tabel Kehidupan adalah memperkuat sistem registrasi kematian dan kualitas data vital nasional. Dalam jangka menengah dan panjang, data ini akan terintegrasi dalam perencanaan pembangunan nasional, strategi jaminan sosial, dan perencanaan kabupaten/kota sehat.
Tujuannya jelas, menurunkan angka kematian bayi, mengendalikan penyakit menular dan tidak menular, memperkuat layanan lansia, serta membangun kesadaran kesehatan (health consciousness) di masyarakat.
Lebih jauh, Cholifihani berharap generasi Z dan generasi Alpha kelak akan melanjutkan pemanfaatan Tabel Kehidupan sebagai fondasi kebijakan berbasis data.
“Kita berharap di masa depan, tabel ini ada di tangan generasi muda yang akan memimpin Indonesia,” ujarnya optimistis.
Ariesto Pramitho Ajie
Kaperwil Jabodetabek