Medan – Liputan Warta Jatim, Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri terus mendorong Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara untuk mengembangkan inovasi-inovasi berbasis lokal yang mampu menjawab langsung kebutuhan masyarakat. Kepala BSKDN, Yusharto Huntoyungo, menegaskan bahwa inovasi yang baik bukan sekadar soal teknologi, melainkan tentang keberanian menjawab persoalan nyata di lapangan.
Dalam Rapat Koordinasi Peningkatan Capaian Indeks Inovasi Daerah (IID) se-Sumatera Utara yang digelar di Kantor Bappelitbang Sumut, Kamis 17 Juli 2025, Yusharto mencontohkan keberhasilan Pemerintah Kabupaten Blora melalui Gerakan Sejuta Kotak Umat yang mampu mengatasi kelangkaan dan mahalnya harga pupuk kimia secara kreatif dan efektif.
“Melalui gerakan ini, masyarakat Blora secara komunal memproduksi pupuk organik dari limbah peternakan. Tidak hanya meningkatkan produksi pertanian, tetapi juga memberikan nilai tambah ekonomi. Pada tahun kedua, mereka sudah bisa menggantikan setidaknya 30 persen kebutuhan pupuk bersubsidi,” ujar Yusharto.
Ia menyebut inovasi semacam ini sebagai contoh konkret yang patut diterima daerah lain, termasuk Sumatera Utara. Terlebih lagi, pendekatannya sangat relevan dengan kondisi agraris di banyak wilayah Sumut.
Yusharto juga menekankan bahwa tidak semua inovasi harus diwujudkan dalam bentuk teknologi digital. Inovasi yang berdampak nyata dan dapat dirasakan masyarakat jauh lebih penting daripada sekadar modernisasi yang tidak menyentuh kebutuhan dasar.
“Inovasi tidak harus berbentuk aplikasi atau digital. Justru yang paling efektif adalah yang berangkat dari permasalahan riil dan menghasilkan solusi yang dirasakan masyarakat,” ujarnya.
Menurutnya, pendekatan berbasis kebutuhan lokal inilah yang harus menjadi dasar utama dalam menyusun strategi inovasi di setiap Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
Tidak hanya sektor pertanian, sektor kesehatan juga dinilai mempunyai potensi untuk pertumbuhan inovasi daerah. Yusharto menyebutkan bahwa sejumlah tenaga medis, seperti perawat dan dokter di beberapa daerah, telah menciptakan produk inovatif yang mendapat pengakuan Hak Kekayaan Intelektual (HAKI).
“Bahkan ada satu inovator di sektor kesehatan yang memiliki hingga 14 HAKI. Ini menunjukkan bahwa inovasi bisa datang dari siapa saja, tidak terbatas pada teknokrat atau ahli IT. Kita perlu pacu terus pertumbuhan seperti ini,” jelasnya.
BSKDN pun mendorong rumah sakit daerah, Puskesmas, hingga Posyandu untuk mengambil peran aktif sebagai pusat-pusat inovasi di tingkat lokal.
Dalam evaluasi tahun 2024, Sumatera Utara mencatatkan peningkatan pencapaian Indeks Inovasi Daerah. Namun menurut Yusharto, Sumut belum boleh puas. Ia mengingatkan bahwa aspek kuantitas dan kualitas inovasi yang benar-benar diterapkan masih perlu diperkuat.
“Kami melihat setiap dinas sebenarnya mempunyai permasalahan yang khas baik itu di bidang pertanian, perhubungan, pendidikan, maupun kesehatan. Inovasi harus dimulai dari titik-titik itu. Jangan menunggu, memulai dari hal sederhana namun berdampak,” simpulnya.
Dengan semangat menggali potensi lokal dan fokus pada solusi nyata, Pemprov Sumut diharapkan mampu menjadi salah satu motor penggerak inovasi daerah di Indonesia, sekaligus memperkuat daya saing dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.
Ariesto Pramitho Ajie
Kaperwil Jabodetabek