Beranda Kabar Jatim Menyingkap Tabir Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Sistem Integrasi Ruang Operasi (SIRO) di...

Menyingkap Tabir Kasus Dugaan Korupsi Pengadaan Sistem Integrasi Ruang Operasi (SIRO) di RSU “dr. H. Koesnadi” Bondowoso

9
0

BONDOWOSO- liputanwartajatim.com, Kasus dugaan korupsi dalam pengadaan SIRO (Sistem Integrasi Ruang Operasi) pada RSU “dr. H. Koesnadi” Bondowoso memang sempat tenggelam bak ditelan bumi. Kasus yang sempat ditangani oleh Kejati Jawa Timur ini tak kunjung menemui titik terang. Siapa tersangkanya, siapa terdakwanya. Hanya informasi terbatas di kalangan tertentu saja yang menjadi bahan perbincangan kala itu. Minggu (2/2/2025).

Beberapa pejabat terkait pun sempat dipanggil untuk dimintai keterangannya. Diantaranya mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) RSU, inisial T. Kemudian mantan Kabag Hukum Setda Bondowoso, inisial A. Ada juga mantan Kabag Pengadaan Barang dan Jasa Setda Bondowoso, inisial AS. Selain itu, mantan Pj. Sekda Bondowoso (S) juga turut dipanggil Kejati.

Sebagai pengingat, proyek pengadaan SIRO pada RSU “dr. H. Koesnadi” dilaksanakan pada tahun 2020. Mengutip situs resmi LPSE pada tahun itu, proyek tersebut ditenderkan dengan nilai pagu 13,5 milyar. Proyek ini dimenangkan oleh PT. Inneco Wira Sakti Hutama, sebuah perusahaan yang beralamat di kota Surabaya.

Dari hasil audit BPK Perwakilan Provinsi Jawa Timur tahun anggaran 2020, ditemukan beberapa fakta atas proyek SIRO ini. Pertama, dalam hasil auditnya BPK Perwakilan Provinsi Jatim menyebutkan bahwa terdapat kelebihan pembayaran atas proyek ini sebesar Rp. 2.022.179.000. Yang lebih mencengangkan lagi, tidak diperoleh kajian dan dokumen yang menunjukkan bahwa proyek tersebut bersifat mendesak.

Hal ini bertentangan dengan fakta bahwa proyek SIRO ini berawal dari SK Bupati Nomor 188.45/458/430.4.2/2020 tanggal 26 Maret 2020. SK Bupati ini menetapkan pembangunan kamar operasi terintegrasi pada RSU Bondowoso sebagai pekerjaan rancang bangun yang memenuhi kriteria kompleks dan mendesak. Dan informasi yang kami terima, pihak RSU tidak pernah mengajukan telaah atau kajian atas kebutuhan mendesak pengadaan SIRO. Artinya, SK Bupati ini tidak melalui mekanisme dan dapat dikatakan sebagai rekayasa sepihak.

Baca Juga :  Polisi Bersama Petugas Gabungan Evakuasi Jenazah Lansia Korban Terseret Arus Sungai

Hal ini diperkuat dengan fakta bahwa hingga medio 2021 (saat kasus ini dilaporkan kali pertama), ruang operasi tersebut tidak difungsikan. Dan hal tersebut tidak mengakibatkan pelayanan RSU terganggu. Hal ini membuktikan bahwa proyek SIRO tersebut benar-benar tidak bersifat mendesak.

Yang kedua, dalam laporannya BPK Perwakilan Provinsi Jatim menyatakan bahwa PT IWSH selaku pemenang tender tidak memiliki pengalaman pekerjaan sejenis dengan item pekerjaan utama yaitu pekerjaan SIRO. Spesifikasi pekerjaan utama yaitu pengadaan SIRO menggunakan spesifikasi pemberi dukungan pemenang tender.Pemenuhan pekerjaan utama berupa item pekerjaan pengadaan SIRO dimenangkan oleh PT GSM sebagai pemberi dukungan.

Yang ketiga, hasil klarifikasi BPK Perwakilan Provinsi Jatim dengan Pokja Pemilihan, menunjukan bahwa pada saat pembuktian kualifikasi Pokja pemilihan tidak memastikan keaslian dokumen kontrak pengalaman pekerjaan yang di sampaikan PT. IWSH. Selain itu sebagai bukti pelaksanaan pembuktian kualifikasi, Pokja Pemilihan tidak memiliki Salinan dari dokumen asli kontrak pengalaman pekerjaan PT. IWSH. Salinan yang dilampirkan dalam dokumen kualifikasi hard copy merupakan cetak dari scan atas fotokopy yang diunggah oleh PT. IWSH.

Namun dalam perkembangannya, penanganan kasus ini seperti hilang ditelan bumi. Dengan banyaknya fakta-fakta pelanggaran tersebut, para pihak yang terlibat dalam proyek ini lolos.
Beragam teori konspirasi pun muncul kala itu. Kasus ini dapat “diselesaikan secara adat” karena ada keterlibatan salah satu tokoh besar Bondowoso. Nama seorang politisi yang juga putri penguasa Bondowoso kala itu pun muncul ke permukaan. Informasi yang kami dapatkan, wanita ini memang sempat dipanggil ke Kejati untuk dimintai keterangannya.

Terlepas dari mandeknya kasus ini, salah seorang aktivis Bondowoso (yang enggan dipublikasikan identitasnya) kembali melaporkan kasus ini. Kali ini laporannya ke Kejaksaan Negeri Bondowoso. Dia berharap jajaran Kejari Bondowoso di era Kajari Dzakiyul Fikri ini memiliki tekad dan kemauan untuk mengungkap kasus ini secara terang benderang.

Baca Juga :  Kapolda Jatim dan Pj.Gubernur Tanam Jagung Serentak 1 Juta Hektar di Blitar Untuk Ketahanan Pangan Nasional

“Saya percaya pak Kajari beserta jajaranya saat ini memiliki kinerja yang bagus. Track record beliau sudah tidak perlu diragukan lagi. Begitu juga dengan Kasi Pidsus. Karena itu saya memilih untuk melaporkan kembali kasus ini ke Kejari Bondowoso”, ungkapnya.

Saat ditanya siapa tokoh besar yang dimaksud, dengan santai dia menanggapi “tunggu aja perkembangannya nanti mas”, jawabnya.

Kami lalu mencoba menghubungi salah satu pejabat Pemkab yang “terlibat” dalam kasus ini. Melalui pesan singkat Whatsapp kami menanyakan perihal dibukanya kembali kasus ini kepada Mantan Kabag Hukum Setda Bondowoso yang kini menjabat sebagai Inspektur (Kepala Inspektorat). “Silakan langsung ke RSU mas”, jawabnya singkat.

Mungkin beliau sudah lupa akan peran pentingnya dalam kasus ini. Yang pasti, dari konsepnya lah terbit SK Bupati Nomor 188.45/458/430.4.2/2020 tanggal 26 Maret 2020, yang menetapkan pembangunan kamar operasi terintegrasi pada RSU Bondowoso sebagai pekerjaan rancang bangun yang memenuhi kriteria kompleks dan mendesak.

Atau mungkin beliau yakin tidak ada pihak luar yang mengetahui bagaimana proses terbitnya SK tersebut. Menurut informasi yuang kami peroleh, RSU selaku OPD yang menerima pekerjaan tersebut tidak pernah mengajukan telaahan atau kajian yang menyatakan kebutuhan pengadaan SIRO ini. Jadi bisa dikatakan SK Bupati ini muncul sepihak atau ada rekayasa dalam penerbitannya.

Patut ditunggu, akankah penanganan kasus ini seperti yang diharapkan. Yang pasti masyarakat Bondowoso tidak berharap kasus ini di peti es-kan, dan hilang ditelan bumi…

(Moka)