BANYUWANGI – Liputan Warta Jatim ll Kedatangan awak media bersama orang tua siswa bersilaturahmi menemui pihak yayasan, namun tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Pihak yayasan bersikukuh tidak bisa memberikan ijazah karena ada tanggungan biaya makan yang harus diselesaikan.
Yayasan Rauddhatut Tholabah yang berada di Gang Alfirdaus, Jl. Raya Jembe Jalen I, Desa Setail, Kecamatan Genteng, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Sabtu (21/12/2024).
Kondisi orang tua siswa memang sangat memprihatinkan. Mereka bekerja sebagai buruh harian lepas yang penghasilannya tidak menentu. Sementara itu, anaknya yang lulus dari yayasan tersebut saat ini terdampar di perantauan di Kalimantan dan tidak bisa pulang karena terkendala biaya. Tanpa ijazah, anak tersebut kesulitan mendapatkan pekerjaan. Media GANESHA ABADI turut prihatin dan berusaha membantu masyarakat yang membutuhkan pertolongan.
SMP Darussyfa’ah dan MA Rauddhatut Tholabah, yang berada di bawah naungan Yayasan Rauddhatut Tholabah, tetap bersikukuh tidak memberikan toleransi atau kelonggaran kepada orang tua siswa yang memohon belas kasihan agar ijazah anaknya diberikan demi kepentingan anak tersebut.
Orang tua siswa mengatakan, “Saya siap menyicil tanggungan biaya makan anak saya yang tiga juta tersebut. Saya bisanya menyicil dan siap tanda tangan di atas materai untuk membuat surat pernyataan supaya anak saya di perantauan bisa tertolong,” ungkapnya dengan nada memohon.
Namun, pihak yayasan yang diwakili oleh Pak Kosim, yang mengaku sebagai komite yayasan, menyatakan, “Yayasan kami punya peraturan dan prosedur sendiri yang tidak bisa diganggu gugat. Walaupun Anda mengatasnamakan aktivis, lembaga, media, atau pengacara, kami tetap tidak bisa memberikan ijazah tersebut. Bahkan jika membuat surat pernyataan sekalipun, kami tidak bisa memberikan ijazah, karena sudah ada yang membuat surat tetapi tetap belum membayar,” ujarnya dengan nada lantang, terkesan menantang.
Hal serupa disampaikan oleh Kepala Sekolah MA, P. Hakim, “Kami akan memberikan kedua ijazah tersebut jika tanggungan yang ada di SMP Darussyafa’ah sudah diselesaikan, walaupun di MA tidak ada tanggungan. Tetapi kami tetap tidak bisa memberikan ijazah tersebut karena MA dan SMP masih ada hubungan saudara,” ujarnya dengan nada santai, seolah tanpa beban.
Menurut Media GANESHA ABADI, jawaban tersebut dinilai “lucu” dan perlu diluruskan, karena sudah jelas pengelolaan SMP berada di bawah Depdikbud (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), sementara MA dikelola oleh Depag (Departemen Agama). Pertanyaannya, apakah alasan tersebut bisa dibenarkan?
Padahal, yang tertuang dalam UUD 1945 adalah penentu, pengatur, alat kontrol, sumber hukum, dan menjadi landasan hukum tertinggi di Indonesia. Namun, Yayasan Rauddhatut Tholabah terkesan tidak mentaati dan mengabaikan undang-undang tersebut. Pertanyaannya, apakah yayasan tersebut tidak termasuk bertempat di wilayah Negara Indonesia yang seharusnya mengindahkan peraturan UUD 1945?
Melakukan pelanggaran terhadap undang-undang dapat dikenakan pidana penjara, denda, atau sanksi administratif. Pertanyaannya, apakah di balik yayasan tersebut ada beking atau orang berpengaruh yang kebal hukum?
Sudah ada aturan pada Pasal 7 ayat (8) yang menyatakan bahwa “Satuan pendidikan dan dinas pendidikan tidak diperkenankan untuk menahan atau tidak memberikan ijazah kepada pemilik ijazah yang sah dengan alasan apapun.” Dalam peraturan tersebut tidak ada perbedaan antara sekolah swasta dan negeri. Artinya, aturan ini berlaku untuk seluruh satuan pendidikan di Indonesia.
GANESHA ABADI berharap, di bawah kepemimpinan Presiden H. Prabowo Subianto, dinas pendidikan dan Kemenag dapat menindaklanjuti masalah penahanan ijazah yang terjadi di semua satuan pendidikan di Indonesia, khususnya di Kabupaten Banyuwangi. Permasalahan ini harus ditangani secara khusus dan serius, mengingat banyak pelanggaran dilakukan oleh oknum-oknum yang kebal hukum.
(Red)